Blog

Potret Bisnis Keluarga (Bagian 1)

Potret Bisnis Keluarga (Bagian 1)

“Dalam menjalankan usaha keluarga seringkali terjadi tarik ulur, ada dua pilihan antara mengelola perusahaan dan keluarga. Idealnya, ada keseimbangan antara keduanya, kenyataan yang terjadi sering kali pilihan keluarga menjadi lebih dominan dibandingkan bisnis yang profesional.”

Oleh : Heribertus Gunawan, Drs., MBA., MM., Dr.

Bisnis keluarga merupahkan salah satu bentuk bisnis yang melibatkan sebagian anggota keluarga di dalam kepemilikkan atau operasi bisnis. Bisnis keluarga biasanya dimulai dari sebuah usaha rumahan yang tergolong dalam sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). UMKM sangat penting bagi masyarakat perkotaan, karena bidang ini dapat dijadikan perisai dalam menghadapi masalah sosial seiring bertambahnya  jumlah penduduk. UMKM didominasi industri rumah tangga, jasa dan perdagangan. Usaha yang mereka bangun diantaranya diawali dari usaha keluarga dan keberlangsungannya seringkali mengalami pasang surut, sehingga perkembangan usahanya tidak menunjukkan hal yang menggembirakan.

Diawali dengan usaha kelompok-kelompok keluarga yang masih memiliki hubungan keluraga, dimana setiap kelompok usaha merupahkan bagian dari usaha merupahkan bagian dari usaha orang tua mereka. Menurut Handler, W. (1994) dan Lansberg (1986) jarang sekali bisnis keluarga melayu pribumi dapat bertahan secara turun menurun. Penelitian sebelumya mengenai bisnis keluarga cenderung tidak langgeng atau tidak dapat berlangsung lama. Hasil penelitian tersebut minimal dapat dianulir, karena masih banyak bisnis keluarga yang masi bertahan walaupun jumlahnya relatif sedikit. Bahkan ada beberapa bisnis keluarga yang justru berkembang hingga beberapa generasi.

Bisnis keluarga dapat dipisahkan menjadi dua elemen yang memiliki karakteristik masing-masing yaitu keluarga dan bisnis. Keluarga merupahkan sistem yang lebih komperehensif terdiri dari orangtua dan anak-anak, kemudian berkembang menjadi lebih dari satu generasi dan dinamakan menjadi keluarga besar. Keluarga  cenderung konservatif, dengan mempertahankan kondisi yang sudah berjalan dengan meminimalisir terjadinya perubahan. Dengan kata lain, orientasi keluarga lebih ke dalam (inward Looking). Disisi lain ada keluarga yang berorientasi ke pasar dan mengambil peluang dari setiap perubahan sekecil apapun (outward looking)Sedangkan bisnis memperdayakan sumber daya yang dimiliki untuk menghasilkan keuntungan baik berupa  materi maupun non materi. Dengan karakteristik ini, tentu saja tidak mudah menghubungkan dua sistem ini agar menjadi panduan yang serasi dan menguntungkan bagi keluarga.

Menurut Ward dan Aronoff (2002), suatu perusahaan di katakan sebagai perusahaan keluarga apa bila terdiri dari dua atau lebih anggota keluarga yang mengawasi keuangan perusahaan. Sedangkan menurut Donelley (2002) bahwa suatu oraganisasi dinamakan perusahaan keluarga apabila paling sedikit ada keterlibatan dua generasi dalam keluarga itu dan mereka mempengaruhi kebijakan perusahaan. Dalam terminologi bisnis ada dua jenis perusahaan keluarga. Pertama adalah perusahaan yang dimiliki keluarga tetapi dikelola eksekutif profesional yang berasal dari luar lingkarann keluarga. Jenis perusahaan yang dimiliki dan dikelola olah anggota keluarga pendirinya (Susanto et al.2008).

Dalam menjalankan usah keluarga seringkali terjadi tarik ulur, ada dua pilihan antara mengelola perusahaan dan keluarga. Idealnya, ada keseimbangan antara keduanya, kenyataan yang terjadi sering kali pilihan keluarga menjadi lebih dominan dibandingkan bisnis yang profesional. Mereka lebih melihat ke dalam (inward looking) daripada (outward looking) untuk melihat peluang bisnis ke depan. Waktu mereka lebih banyak tersita untuk urusan internal keluarga karena adanya perbedaan pendapat. Berlarutnya konflik internal akan menghabiskan banyak energi dan seringkali tidak memberi solusi, bahkan meminggirkan fungsi bisnis itu sendiri. Di sisi lain sistem keluarga lebih dominan dalam perusahaan keluarga berakibat pada kecenderungan perusahaan untuk konservatif, menolak perusahaan (adverse to change). Banyak alasan yang dikemukan mulai dari menghormati tradisi sampai demi keutuhan keluarga. Seharusnya bisnis selalu menghadapi perubahan luar biasa.

Susksesi dalam perusahaan keluarga menempati posisi startegis khususnya dalam mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Tidak banyak perusahaan keluarga yang mampu bertahan sampai generasi ke-tiga dan seterusnya. Untuk itu diperlukan perencanaan suksesi yang matang. Terdapat hubungan antara keberhasilan suksesi dengan kinerja dalam perusahaan keluarga. Meskipun juga di pengaruhi oleh etnik (Jawa, Ketimuran, dan Cina) dan variabel antar generasi (generasi 1,2, dan 3 dan seterusnya) terdapat hubungan positif.

Banyak bisnis keluarga yang sulit melewati 3 generasi (Widyasmoro, 2008). Kebanyakan perusahaan keluarga terlibat dalam konflik yang berkepanjangan untuk memperebutkan kekuasaan dalam perusahaan. Banyak permasalahan yang melingkupi bisnis keluarga sehubungan dengan suksesi. Pada umumnya pemegang pucuk kekuasaan perusahaan keluarga menyadari bahwa dengan perencanaa yang baik akan dididapatkan pemimpin perusahaan yang baru dengan kuallitas dan kapabilitas serta penerimaan yang baik dari sebagian besar komponen pendukung perusahaan keluarga.

Merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Family Firm Insititute untuk the Family Business Review (Hall, 208), diketahui bahwa hanya 30% dari keseluruhan perusahaan yang dimiliki  oleh keluarga bisa bertahan pada masa transisi antar generasi pada generasi ke-dua, sementara itu hanya 12% mampu bertahan pada generasi ke-tiga dan hanya 3% saja yang mampu berkembang  smapai pada generasi ke-empat dan seterusnya. Hal ini yang membuat bertumbuh suburnya idiom dalam perusahaan keluarga bahawa:  “generasi pertama yang mendirikan, generasi ke-dua yang membangun, dan generasi ke- tiga yang merusak”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Open chat
Buka Whatsapp
Hallo Ada yang bisa kami bantu kak ?